INTERNASIONAL

Australia Bangun ‘Black Box Bumi’ untuk Catat Runtuhnya Peradaban Manusia

Sydney – Australia sedang membangun struktur raksasa bernama “Earth’s Black Box” (Kotak Hitam Bumi) yang dirancang untuk mendokumentasikan setiap langkah manusia menuju kehancuran peradaban akibat perubahan iklim dan bencana global. Proyek futuristik ini akan menjadi rekaman abadi jika suatu hari peradaban manusia benar-benar runtuh.

Kotak hitam sebesar bus ini terbuat dari baja setebal 7,5 cm dan dilengkapi panel surya. Di dalamnya terdapat penyimpanan data yang akan terus merekam:

– Perkembangan perubahan iklim
– Tingkat polusi udara dan laut
– Laju kepunahan spesies

Kebijakan pemerintah dunia terkait lingkungan

“Seperti black box di pesawat, struktur ini akan menjadi saksi bisu atas keputusan manusia yang menentukan nasib Bumi,” jelas Jonathan Kneebone, salah satu penggagas proyek dari Universitas Tasmania. Data akan dikumpulkan melalui algoritma internet real-time tentang kata kunci terkait krisis iklim.

Para ilmuwan memperkirakan kotak ini mampu menyimpan data selama 30-50 tahun. Lokasi tepatnya di Pantai Barat Tasmania dipilih karena stabilitas geologis dan politiknya. Jika peradaban kolaps, kotak ini diharapkan bisa menjadi pelajaran bagi peradaban masa depan.

“Kita sedang membangun monumen untuk zaman antroposen – era dimana aktivitas manusia menjadi penentu utama nasik planet ini,” tambah Kneebone. Proyek senilai Rp 28 miliar ini ditargetkan selesai akhir 2024 dan sudah mulai merekam sejak konstruksi dimulai.

Analisis:
Earth’s Black Box bukan sekadar instalasi seni, tapi peringatan nyata tentang titik kritis iklim yang kian dekat. Dengan 75% ekosistem dunia sudah rusak menurut PBB, kotak ini mungkin menjadi satu-satunya peninggalan manusia yang selamat dari kepunahan.

Kesimpulan:
Sementara para pemimpin dunia masih berdebat tentang kebijakan iklim, Australia justru mempersiapkan “nisan digital” untuk peradaban kita. Sebuah upaya tragis namun perlu, mengingat laporan IPCC 2023 yang memprediksi Bumi akan memanas 2,7°C pada 2100 jika emisi tidak dikurangi drastis.

Meja Redaksi Seanteronews

Leave A Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Posts

Load More Posts Loading...No more posts.