Penulis: Murtala Yusuf (Kepala Panti Asuhan Rahmania)
Qurban sebagai Pengabdian dan Cinta Totalitas kepada Allah SWT
(Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis)
Pendahuluan
Qurban, dalam Islam, bukan sekadar ritual tahunan atau simbol kedermawanan. Ia adalah manifestasi tertinggi dari pengabdian (ubudiyah) dan cinta totalitas (mahabbah) seorang hamba kepada Allah SWT. Kisah Nabi Ibrahim a.s. dan putranya, Ismail a.s., menjadi landasan filosofis ibadah ini. Allah menguji keimanan Ibrahim dengan perintah menyembelih anak yang sangat dicintainya (QS. As-Saffat: 102). Dari sini, Qurban menjadi refleksi ketundukan absolut (taslim) dan pengorbanan jiwa-raga demi mengesakan Allah (tawhid).
Landasan Qur’ani: Ujian Keimanan Ibrahim dan Ismail
Allah berfirman:
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَىٰ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي إِن شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
“Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, ‘Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!’ Dia (Ismail) menjawab, ‘Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.’” (QS. As-Saffat: 102).
Perintah Allah kepada Ibrahim untuk mengorbankan Ismail bukanlah ajakan kekerasan, melainkan ujian untuk membuktikan bahwa cinta kepada Allah melebihi segala ikatan duniawi, termasuk keluarga. Respons Ismail yang ikhlas, “Lakukanlah apa yang diperintahkan Allah”, menegaskan bahwa kecintaan kepada Sang Pencipta harus menjadi prioritas mutlak.
Tafsir Cinta Totalitas dalam Qurban
1. Taslim: Ketundukan Tanpa Syarat
Ketaatan Ibrahim dan Ismail mencerminkan konsep taslim (berserah diri). Allah berfirman:
وَمَن يُسْلِمْ وَجْهَهُۥٓ إِلَى ٱللَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَقَدِ ٱسْتَمْسَكَ بِٱلْعُرْوَةِ ٱلْوُثْقَىٰ
“Dan barangsiapa menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia berbuat kebajikan, maka sungguh dia telah berpegang teguh pada tali yang kokoh.” (QS. Luqman: 22).
Qurban mengajarkan bahwa pengabdian sejati hanya layak diberikan kepada Allah, bukan kepada hawa nafsu, materi, atau manusia.
2. Mahabbah: Cinta yang Mengalahkan Segalanya
Dalam hadis Qudsi, Allah berfirman:
وَ مَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُهُ عَلَيْهِ…
“Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada melaksanakan kewajiban…” (HR. Bukhari).
Qurban adalah bentuk mahabbah (cinta) yang terwujud dalam pengorbanan. Ibrahim rela “kehilangan” anaknya demi memenuhi perintah Allah, sementara Ismail rela “kehilangan” nyawanya demi cinta kepada Rabb-nya.
Relevansi Qurban di Era Modern
1. Mengikis Sifat Materialistik
Qurban mengingatkan manusia bahwa hakikat kepemilikan harta adalah sementara. Allah berfirman:
لَن يَنَالَ ٱللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَآؤُهَا وَلَٰكِن يَنَالُهُ ٱلتَّقْوَىٰ مِنكُمْ
“Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi ketakwaanmulah yang sampai kepada-Nya.” (QS. Al-Hajj: 37).
Nilai kurban terletak pada ketakwaan, bukan pada jumlah hewan atau kemewahan penyembelihan.
2. Solidaritas Sosial dan Keadilan
Rasulullah SAW bersabda:
إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ، فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ، وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْحَ
“Sesungguhnya Allah mewajibkan berbuat ihsan dalam segala hal. Jika kalian membunuh (dalam perang), lakukanlah dengan cara terbaik. Jika kalian menyembelih, lakukanlah dengan cara terbaik.” (HR. Muslim).
Penyembelihan hewan Qurban harus dilakukan secara manusiawi, sekaligus mendistribusikan dagingnya kepada fakir miskin sebagai bentuk keadilan sosial.
Penutup
Qurban adalah ibadah multidimensi: ia adalah puncak ketundukan, bukti cinta tanpa batas, dan alat transformasi sosial. Kisah Ibrahim dan Ismail mengajarkan bahwa pengabdian kepada Allah haruslah total, tanpa kompromi dengan ego atau keterikatan dunia. Dalam konteks kekinian, Qurban menjadi medium untuk mengasah spiritualitas, membersihkan hati dari sifat kikir, dan merekatkan solidaritas umat. Sebagaimana firman Allah:
قُلْ إِنَّ صَلَاتِى وَنُسُكِى وَمَحْيَاىَ وَمَمَاتِى لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ
“Katakanlah (Muhammad), ‘Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam.’” (QS. Al-An’am: 162).
Semoga Qurban kita menjadi bukti kecintaan yang tulus kepada-Nya.