Gaza– Dua wartawan Palestina dilaporkan tewas pada Kamis (16/5) dalam dua serangan terpisah oleh militer Israel di Khan Younis, Gaza Selatan. Dengan kejadian ini, jumlah jurnalis yang tewas sejak dimulainya agresi Israel pada Oktober 2023 meningkat menjadi 217 orang.
Korban: Hassan Samour dan Ahmed al-Helou
Wartawan Hassan Samour tewas bersama 11 anggota keluarganya setelah rumah mereka di Bani Suheila, sebelah timur Khan Younis, dihantam serangan udara Israel. Samour merupakan penyiar sekaligus pembawa acara di Radio Suara Al-Aqsa.
Sementara itu, Ahmed al-Helou, jurnalis yang bekerja di bidang desain dan penyuntingan video di Quds News Network edisi Arab, turut gugur bersama saudaranya dalam serangan yang menyasar kerumunan warga sipil di dekat Kota Hamad.
Gaza: Negara Paling Berbahaya bagi Jurnalis
Kantor Media Pemerintah Gaza mengutuk keras pembunuhan ini, menyatakan bahwa serangan terhadap jurnalis merupakan bagian dari upaya sistematis Israel untuk membungkam suara kebenaran.
“Kami mengutuk sekeras-kerasnya pembunuhan dan penargetan sistematis terhadap jurnalis Palestina oleh pasukan pendudukan Israel,” kata pernyataan resmi Kantor Media Gaza.“Kami memegang penuh tanggung jawab atas kejahatan keji ini kepada pendudukan Israel, pemerintah Amerika Serikat, serta negara-negara yang turut serta dalam genosida, seperti Inggris, Jerman, dan Prancis.”
Laporan Internasional: Gaza Terburuk dalam 30 Tahun untuk Jurnalis
Menurut organisasi Reporters Without Borders (RSF), sebanyak hampir 200 jurnalis dan pekerja media tewas dalam 18 bulan pertama serangan Israel ke Gaza. Setidaknya 42 di antaranya gugur saat menjalankan tugas jurnalistik mereka. RSF menyatakan bahwa Palestina kini menjadi negara paling berbahaya di dunia bagi jurnalis.
“Terjebak di dalam enklaf, jurnalis di Gaza tidak memiliki tempat perlindungan, serta kekurangan makanan dan air,” ujar RSF yang berbasis di Paris.”
Di Tepi Barat, lanjut RSF, jurnalis juga mengalami pelecehan dan kekerasan oleh pemukim dan tentara Israel, ditambah gelombang penangkapan setelah 7 Oktober yang memperparah impunitas terhadap kejahatan terhadap jurnalis.
Laporan Watson Institute: Lebih Mematikan dari Semua Perang Modern
Sebuah laporan dari Watson Institute for International and Public Affairs menyebut perang di Gaza sebagai konflik paling mematikan bagi jurnalis dalam 30 tahun terakhir.
Laporan berjudul News Graveyards menyatakan bahwa jumlah jurnalis yang tewas di Gaza melampaui total korban jurnalis dalam berbagai konflik besar sepanjang sejarah modern, termasuk Perang Sipil AS, Perang Dunia I dan II, Perang Korea, Perang Vietnam, perang di Yugoslavia, dan Perang Afghanistan pasca 9/11 — jika digabungkan sekalipun.
“Pada 2023, seorang jurnalis rata-rata terbunuh setiap empat hari. Di 2024, rata-rata menjadi setiap tiga hari,” bunyi laporan tersebut.”
Mayoritas korban adalah jurnalis lokal yang bekerja di lapangan.
Kecaman dari Organisasi Pers Dunia
Pusat Perlindungan Jurnalis Palestina (PJPS) menyatakan bahwa pembunuhan jurnalis merupakan bagian dari pelanggaran HAM yang dilakukan secara sistematis oleh Israel.
Kepala Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ), Jodie Ginsberg, menyoroti memburuknya perlindungan global terhadap jurnalis.
“Perang di Gaza sangat berdampak luar biasa terhadap jurnalis dan mencerminkan kemunduran besar dalam norma perlindungan wartawan di zona konflik.”
CPJ juga menuduh Israel mencoba menghalangi penyelidikan pembunuhan jurnalis, menyalahkan korban, dan gagal meminta pertanggungjawaban aparat militernya sendiri.
Lembaga Federasi Internasional Jurnalis (IFJ) dalam laporan terbarunya menyebut 2024 sebagai salah satu tahun terburuk bagi pekerja media. IFJ mengecam “pembantaian yang terjadi di Palestina di hadapan seluruh dunia.”[]