Uni Eropa secara resmi menyetujui keputusan untuk menghapus seluruh sanksi yang selama ini diberlakukan terhadap Suriah, menandai perubahan besar dalam kebijakan luar negeri blok tersebut terhadap Damaskus. Keputusan ini diumumkan usai pertemuan tingkat tinggi para menteri luar negeri Uni Eropa di Brussels.
Menurut pernyataan resmi dari Dewan Uni Eropa, pencabutan sanksi ini merupakan bagian dari strategi normalisasi bertahap hubungan diplomatik dan ekonomi dengan pemerintah Suriah, setelah lebih dari satu dekade isolasi internasional menyusul konflik berkepanjangan di negara tersebut.
“Ini adalah langkah penting menuju stabilitas kawasan. Kami mendorong reformasi politik dan pemulihan ekonomi Suriah melalui pendekatan konstruktif,” ujar perwakilan tinggi Uni Eropa untuk urusan luar negeri, Josep Borrell.
Sejak 2011, Uni Eropa telah memberlakukan berbagai sanksi terhadap Suriah, termasuk embargo minyak, pembekuan aset pejabat tinggi, serta pembatasan perdagangan dan investasi. Keputusan penghapusan sanksi ini membuka jalan bagi pemulihan hubungan ekonomi dan kembalinya investasi asing ke negara yang porak-poranda akibat perang.
Langkah ini disambut baik oleh sejumlah negara Arab yang telah lebih dulu melakukan normalisasi dengan Suriah. Pemerintah Suriah menyatakan bahwa keputusan Uni Eropa ini merupakan “kemenangan diplomatik” dan akan mempercepat proses rekonstruksi serta pemulihan ekonomi nasional.
Beberapa analis politik menilai bahwa keputusan ini juga dapat memperkuat posisi Suriah dalam berbagai forum internasional dan membuka jalan bagi kerja sama regional yang lebih luas, termasuk di bidang energi, infrastruktur, dan penanganan pengungsi.
Namun, kelompok hak asasi manusia menyuarakan kekhawatiran bahwa pencabutan sanksi tanpa syarat dapat melemahkan upaya pertanggungjawaban atas pelanggaran HAM yang terjadi selama konflik. Mereka menyerukan agar normalisasi disertai tekanan agar pemerintah Suriah melakukan reformasi politik dan menghormati hak-hak sipil.