Ketegangan antara China dan Amerika Serikat kembali memanas setelah Washington menerapkan kontrol ekspor baru yang menargetkan chip kecerdasan buatan (AI) Huawei. Pemerintah China menyebut kebijakan tersebut melanggar hukum internasional dan memperingatkan kemungkinan langkah hukum balasan.
Dalam konferensi pers, Juru Bicara Kementerian Perdagangan China, He Yongqian, menyatakan bahwa pembatasan tersebut adalah bentuk penyalahgunaan kekuasaan oleh AS untuk menghambat kemajuan teknologi China. “Tindakan ini secara serius melanggar hak dan kepentingan sah perusahaan-perusahaan China,” ujar He.“AS menyalahgunakan kontrol ekspor untuk menekan China secara tidak adil.”
AS menilai bahwa chip Huawei seri Ascend 910B, 910C, dan 910D dikembangkan dengan teknologi asal Amerika, sehingga penggunaannya di seluruh dunia tunduk pada aturan ekspor AS. Kementerian Perdagangan China memperingatkan bahwa perusahaan atau individu yang terlibat dalam penerapan larangan ini dapat dikenai tanggung jawab hukum berdasarkan Undang-Undang Anti-Sanksi Asing China.
Latar Belakang Ketegangan
Huawei sudah berada di bawah sanksi berat sejak masuk dalam Entity List pada Mei 2019, yang memutus aksesnya ke berbagai pemasok teknologi Amerika, termasuk Google. Meski begitu, Huawei terus bertahan dan mulai mengembangkan chip dan sistem operasi HarmonyOS secara mandiri.
AS memperketat pembatasan sejak Oktober 2022, dengan melarang ekspor teknologi chip canggih ke entitas mana pun yang memanfaatkan teknologi asal AS — bagian dari strategi global untuk menahan dominasi AI China.
Reaksi China
China menegaskan bahwa pembatasan ini mengganggu stabilitas rantai pasok semikonduktor global dan mengancam prinsip perdagangan bebas. Pemerintah China juga menyebut akan melindungi kepentingan industrinya melalui jalur hukum jika diperlukan.“Kami akan mengambil langkah yang diperlukan untuk melindungi hak kami,” tegas Kementerian Perdagangan.